Telat Membangun Dinding
Dinding kakak-kakak itu tinggi
sekali. Dinding yang dibangun dari keteguhan iman mereka. Melindungi hati
mereka dari yang seharusnya tak perlu ada. Untuk menjaga hati. Mereka tak
bergeming, tetap bertahan walau aku tidak tahu apa yang sebenarnya mereka
rasakan. Kakak-kakak itu, begitu keras pada diri. Tidak membiarkan ada celah
sedikit pun. Bagiku yang terbiasa, komunikasi tidak kuhindari selagi memang
semuanya hanya bercanda dan ngobrol, pikirku. Tapi sungguh, aku melupakan pihak
kedua dan menyepelakan hal kecil yang ternyata dampaknya begitu rumit. Sekarang
aku paham, inikah rasanya tidak tahu perasaan dan maksud dari pihak kedua? Bagiku,
untuk belajar menjaga hati, tidaklah mudah. Berusaha membangun dinding kala
sudah ada yang masuk. Ini karena aku menyepelakan hal kecil tersebut. Kini hal
kecil sudah tumbuh menjadi besar. Aku pikir dapat membuangnya keluar, tapi
ternyata malah terasa begitu perih. Kini aku mengerti alasan mengapa
kakak-kakak itu membangun dinding sedemikian tinggi. Kak, aku telat membangun
dinding, kini untuk meneruskan pun terasa sakit. Rasanya ingin menangis. Belum pernah
aku rasakan hal seperti ini, harapan yang tak kusadari tiba-tiba sudah ada di
hati. Ah! Sungguh aku tidak suka seperti ini.
Semua memang tergantung dari kita, yang seharusnya bisa mengerti keadaan hati sendiri. Harus tahu sinyal-sinyal bahaya. Sungguh bahaya bila merasa indah padahal jelas Allah sudah memperingati. Teman berkata “Hadirkan Allah dalam hidupmu, pasti bakalan tenang.” And yes, bismillah, sesakit apapun, ada Allah yang selalu ada J
Semua memang tergantung dari kita, yang seharusnya bisa mengerti keadaan hati sendiri. Harus tahu sinyal-sinyal bahaya. Sungguh bahaya bila merasa indah padahal jelas Allah sudah memperingati. Teman berkata “Hadirkan Allah dalam hidupmu, pasti bakalan tenang.” And yes, bismillah, sesakit apapun, ada Allah yang selalu ada J
Komentar
Posting Komentar