Pengingat

Pengingat bak oase yang berada di tengah kegersangan. Bak rambu lalu lintas yang berada di sepanjang jalan. Bak senter yang menerangi jalan gelap gulita.
Pengingat. Begitu hangat. Hingga ia tepat mengena.
Mengena kepada yang ia ingatkan.
Ini cerita tentang diri yang perlahan jauh tanpa sadar. Diri yang menutup karena merasa ia tak butuh. Diri yang hina namun Allah yang Maha Baik tak menjauhi, Allah berikan diri nikmat dengan hadirnya seorang pengingat.
Aku jauh, kesibukan kegiatan kuliah menjadi prioritas. Aku jauh, saat diajak berkumpul pada majelis yang InsyaAllah di ridhoiNya aku tak hadir, berdalih ada yang lebih penting. Aku jauh, tembok pembatas mulai runtuh, menggoda untuk aku lewati dan berjalan lebih jauh lagi. Lalu ingat indahnya berkumpul dalam kebaikan membuatku menoleh kembali. "Aku sudah terlalu jauh. Aku perlu kembali." Tapi aku merasa sudah benar jauh. Lalu pengingat itu hadir, memanggilku untuk kembali. Aku tak bergeming. Pengingat itu menghampiriku, merangkul. "Yuk perlahan mundur, ayo kembali." Itu perumpamaanku tentang bagaimana teman2ku tersayang, pengingat2ku, menjadi rambu lalu lintasku. Ini begitu berdampak padaku, lalu aku berpikir apakah aku bisa menjadi rambu lalu lintas orang lain?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menjadi Partner yang Menyeimbangkan

How to be 'positive' and happy with the easiest way

Menyederhanakan mimpi yang tidak sederhana